Teknik Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan Jiwa + Contoh
MAKALAH KEPERAWATAN JIWA
TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Disusun oleh:
Alma Nur Aina
1510711081
S1
KEPERAWATAN
FALKUTAS
ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadiran Tuhan Yang
Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, saya mampu menyelesaikan
penulisan makalah ini dengan tepat waktu dengan judul Teknik Komunikasi
Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa. Yang bertujuan untuk memenuhi nilai tugas
mata kuliah Neurobehavior 2
Saya sebagai penulis menyadari banyaknya
kekurangan dalam penulisan makalah ini. Saya memohon maaf sebesar-besarnya atas
kesalahan penulisan baik disengaja maupun tidak. Saya mengharapkan adanya
kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan makalah ini
Depok,
28 September 2017
Penulis
Daftar Isi
KATA
PENGANTAR.....................................................................................................
2
DAFTAR
ISI....................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG......................................................................................................4
RUMUSAN
MASALAH..................................................................................................4
TUJUAN ...........................................................................................................................5
BAB II ISI
1.
PENGERTIAN
KOMUNIKASI TERPEUTIK .................................................. 6
2.
TUJUAN
KOMUNIKASI TERAPEUTIK.........................................................
6
3.
KEGUNAAN
KOMUNIKASI TERAPEUTIK...................................................7
4.
TEKNIK-TEKNIK
KOMUNIKASI TERAPEUTIK ........................................ 7
5.
FASE-FASE
KOMUNIKASI TERAPEUTIK...................................................12
6.
SIKAP KOMUNIKASI
TERAPEUTIK.............................................................15
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
.............................................................................................................
19
SARAN
..........................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA
...................................................................................................
20
BAB I
PENDAHULUAN
Komunikasi adalah Hubungan terapeutik
antara perawat klien adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan
tukar-menukar perilaku, perasaan, pikiran, dan pengalaman ketika membina
hubungan intim yang terapeutik (Stuart dan Sunden, 1987: 103), Indrawati (2003)
mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan
secara sadar, bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi interpersonal dengan fokus adanya saling
pengertian antarperawat dengan pasien. Komunikasi ini adalah adanya saling
membutuhkan antara perawat dan pasien sehingga dapat dikategorikan dalam
komunikasi pribadi antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien
menerima bantuan (Indrawati, 2003).
Komunikasi dalam aktivitas keperawatan
adalah hal yang paling mendasar dan menjadi alat kerja utama bagi setiap
perawat untuk memberikan pelayanan Atau asuhan keperawatan karena perawat
secara terus-menerus selama 24 jam bersama pasien. Dalam setiap aktivitasnya,
perawat menggunakan komunikasi. Pengetahuan tentang komunikasi dan komunikasi
terapeutik sangat penting terkait dengan tugas-tugas Anda dalam melakukan
asuhan keperawatan dan dalam melakukan hubungan profesional dengan tim
kesehatan lainnya. Keterampilan dasar yang penting harus Anda kuasai adalah
komunikasi. Penguasaan tentang komunikasi terapeutik dalam praktik keperawatan
akan memungkinkan Anda melaksanakan praktik keperawatan secara berkualitas.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
dari komunikasi terapeutik?
2.
Apa tujuan dari
komunikasi terapeutik?
3.
Apa kegunaan
dari komunikasi terapeutik?
4.
Apa teknik dari
komunikasi terapeutik?
5.
Apa fase-fase
dari komunikasi terapeutik?
6.
Apa sikap dari
komunikasi teraputik?
Tujuan
1.
Untuk mengetahui
pengertian dari komunikasi terapeutik?
2.
Untuk mengetahui
tujuan dari komunikasi terapeutik?
3.
Untuk mengetahui
kegunaan dari komunikasi teraputik?
4.
Untuk mengetahui
teknik dari komunikasi terapetik?
5.
Untuk mengetahui
fase-fase dari komunikasi terapeutik?
6.
Untuk mengetahui
sikap dari komunikasi teraputik?
BAB II
ISI
1.
Pengertian Komunikasi Terapeutik
Hubungan terapeutik antara perawat klien
adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar-menukar perilaku,
perasaan, pikiran, dan pengalaman ketika membina hubungan intim yang terapeutik
(Stuart dan Sunden, 1987: 103), sedangkan Indrawati (2003) mengatakan bahwa
komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik
merupakan komunikasi interpersonal dengan fokus adanya saling pengertian
antarperawat dengan pasien. Komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan
antara perawat dan pasien sehingga dapat dikategorikan dalam komunikasi pribadi
antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan
(Indrawati, 2003).
Berdasarkan paparan tersebut, secara
ringkas definisi komunikasi terapeutik sebagai berikut. Komunikasi terapeutik
adalah komunikasi interpersonal antara perawat dan klien yang dilakukan secara
sadar ketika perawat dan klien saling memengaruhi dan memperoleh pengalaman
bersama yang bertujuan untuk membantu mengatasi masalah klien serta memperbaiki
pengalaman emosional klien yang pada akhirnya mencapai kesembuhan klien.
2.
Tujuan Komunikasi Terapeutik
Berdasarkan definisi komunikasi terapeutik, berikut
ini tujuan dari komunikasi terapeutik.
a.
Membantu
mengatasi masalah klien untuk mengurangi beban perasaan dan pikiran
b.
Membantu
mengambil tindakan yang efektif untuk klien/pasien.
c.
Memperbaiki pengalaman
emosional klien.
d.
Mencapai tingkat
kesembuhan yang diharapkan.
Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada
klien sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien. Apabila perawat
tidak memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan
yang memberikan dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi
hubungan sosial biasa.
3.
Kegunaan Komunikasi Terapeutik
a.
Merupakan sarana
terbina hubungan yang baik antara pasien dan tenaga kesehatan.
b.
Mengetahui
perubahan perilaku yang terjadi pada individu atau pasien.
c.
Mengetahui
keberhasilan tindakan kesehatan yang telah dilakukan.
d.
Sebagai tolok
ukur kepuasan pasien.
e.
Sebagai tolok
ukur komplain tindakan dan rehabilitasi.
4.
Teknik – Teknik Komunikasi Terapeutik
Seorang perawat harus menguasai teknik-teknik
berkomunikasi agar terapeutik dan menggunakannya secara efektif pada saat
berinteraksi dengan klien. Berikut ini teknik komunikasi Stuart & Sundeen
(1998) yang dikombinasikan dengan pendapat ahli lainnya, selanjutnya coba
praktikkan bersama teman Anda dan mintalah teman Anda memberikan penilaian.
a.)
Mendengarkan
dengan penuh perhatian (listening)
Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya
untuk mengerti seluruh pesan verbal dan nonverbal yang sedang dikomunikasikan.
Keterampilan mendengarkan dengan penuh perhatian dapat ditunjukkan dengan sikap
berikut.
a.
Pandang klien
ketika sedang bicara.
b.
Pertahankan
kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan.
c.
Hindarkan
gerakan yang tidak perlu.
d.
Anggukkan kepala
jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan balik.
e.
Condongkan tubuh
ke arah lawan bicara.
Contoh : K: saya merasa kecewa dengan keadaan saya
yang sekarang sus, saya merasa tidak berguna untuk keluarga saya.
P: ( tatap mata klien, berdampingan dengan klien)
kenapa berbicara seperti itu? Coba suster mau denger alasannya?
b.)
Menunjukkan
penerimaan (accepting)
Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti
bersedia untuk mendengarkan orang lain, tanpa menunjukkan keraguan atau tidak
setuju. Tentu saja sebagai perawat kita tidak harus menerima semua perilaku
klien. Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang
menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala
seakan tidak percaya. Sikap perawat yang menunjukkan penerimaan dapat diidentifikasi
seperti perilaku berikut.
a.
Mendengarkan
tanpa memutuskan pembicaraan.
b.
Memberikan umpan
balik verbal yang menampakkan pengertian.
c.
Memastikan bahwa
isyarat nonverbal cocok dengan komunikasi verbal.
d.
Menghindarkan
untuk berdebat, menghindarkan mengekspresikan keraguan, atau menghindari untuk
mengubah pikiran klien.
e.
Perawat dapat
menganggukan kepalanya atau berkata “ya” atau “saya mengerti apa yang bapak-ibu
inginkan”.
Contoh: K: suster kemarin aku gambar muka suster
loh, tapi muka suster gambanya celemotan gara-gara aku bikinnya kurang bagus.
P: (tersenyum dan menepuk bahu) wah gapapa ko yang
penting kamu sudah berusaha, suster seneng lihatnya.
c.)
Menanyakan
pertanyaan yang berkaitan
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan
informasi yang spesifik mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan
dengan topik yang dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya
klien.
Contoh : K: saya kemarin sedih saat suster libur
kerja, saya tidak punya teman.
P: kenapa harus sedih? Kan banyak suster-suster yang
lain?
d.)
Mengulang
(restating/repeating)
Maksud mengulang adalah teknik mengulang kembali
ucapan klien dengan bahasa perawat. Teknik ini dapat memberikan makna bahwa
perawat memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa pesannya
dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut.
Contoh:
K : “Saya tidak nafsu makan, seharian saya belum
makan.”
P : “Bapak mengalami gangguan untuk makan?”
e.)
Klarifikasi
(clarification)
Teknik ini dilakukan
jika perawat ingin memperjelas maksud ungkapan klien. Teknik ini digunakan jika
perawat tidak mengerti, tidak jelas, atau tidak mendengar apa yang dibicarakan
klien. Perawat perlu mengklarifikasi untuk menyamakan persepsi dengan klien.
Contoh: “Coba jelaskan kembali apa yang Bapak
maksud dengan kegagalan hidup? ”
f.)
Memfokuskan
(focusing)
Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan
pembicaraan sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya
memutus pembicaraan klien ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali
jika pembicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru. Perawat membantu klien
membicarakan topik yang telah dipilih dan penting.
Contoh:
Klien : “Ya, beginilah nasib wanita yang teraniaya
seperti saya. Tapi, saya pikir untuk apa saya pikirkan sakit ini?”
Perawat : “Coba ceritakan bagaimana perasaan ibu
sebagai wanita.”
g.)
Merefleksikan
(reflecting/feedback)
Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien
dengan menyatakan hasil pengamatannya sehingga dapat diketahui apakah pesan
diterima dengan benar. Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat
nonverbal klien. Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering membuat klien
berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau
mengklarifikasi pesan.
Contoh: “Ibu
tampak sedih.”
“ Apakah Ibu merasa
tidak senang apabila Ibu ….”
h.)
Memberi
informasi (informing)
Memberikan informasi merupakan teknik yang digunakan
dalam rangka menyampaikan informasi-informasi penting melalui pendidikan
kesehatan. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi
alasannya. Setelah informasi disampaikan, perawat memfasilitasi klien untuk
membuat keputusan.
Contoh:
K: suster, kenapa suhu tubuh saya masih tinngi?
Padahal saya sudah minum obat, ini kira-kira kenapa ya sus?
P: Baik saya jelaskan, panas tubuh atau suhu tubuh
meningkat dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya karena ada proses
infeksi, dehidrasi atau karena metabolisme tubuh yang meningkat.
i.)
Diam (silence)
Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien
untuk mengorganisasi pikirannya. Penggunaan metode diam memerlukan keterampilan
dan ketetapan waktu. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap
dirinya sendiri, mengorganisasi pikirannya, dan memproses informasi. Bagi perawat,
diam berarti memberikan kesempatan klien untuk berpikir dan
berpendapat/berbicara.
Contoh :
K: saya jengkel kepapada suami saya
P: Diam(memberi kesempatan klien)
K: Suami saya selalu telat pulang kerja tanpa alasAn
yang jelas, kalau saya tanya pasti marah.
j.)
Identifikasi
tema (theme identification)
Identifikasi tema adalah menyimpulkan ide
pokok/utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Metode ini bermanfaat
untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada pembicaraan
berikutnya. Teknik ini penting dilakukan sebelum melanjutkan pembicaraan dengan
topik yang berkaitan.
Contoh: “Saya
paham terhadap masalah Ibu. Ibu merasa bahwa anak-anak dewasa dan semua telah
meninggalkan Ibu sendirian di rumah. Terkait masalah ini, apa rencana yang akan
Ibu lakukan untuk mengatasi masalah?”
k.)
Memberikan
penghargaan (reward)
Menunjukkan perubahan yang terjadi pada klien adalah
upaya untuk menghargai klien. Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban
bagi klien yang berakibat klien melakukan segala upaya untuk mendapatkan
pujian.
Contoh:
“Saya perhatikan Ibu sudah lebih segar dan sehat.” “Selamat, ya. Semoga Ibu
dapat segera sembuh” (reward).
l.)
Menawarkan diri
Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara
verbal dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti.
Sering kali perawat hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, dan teknik
komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih.
Contoh: “Saya
ingin Anda merasa tenang dan nyaman.”
m.) Memberi
kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan
Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif
dalam memilih topik pembicaraan. Perawat dapat berperan dalam menstimulasi
klien untuk mengambil inisiatif dalam membuka pembicaraan.
Contoh: “Adakah
sesuatu yang ingin Ibu bicarakan?”
“Apakah yang sedang Ibu
pikirkan?”
“Dari mana Ibu ingin
mulai pembicaraan ini?”
n.)
Menganjurkan
untuk meneruskan pembicaraan
Hal ini merupakan teknik mendengarkan yang aktif,
yaitu perawat menganjurkan atau mengarahkan pasien untuk terus bercerita.
Teknik ini mengindikasikan bahwa perawat sedang mengikuti apa yang sedang
dibicarakan klien dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya.
Contoh: “…
lanjutkan Ibu ….”
“… dan kemudian …?
“Ceritakan kepada saya
tentang itu ….”
o.)
Refleksi
Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan serta
menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.
Contoh:
“Bagaimana menurutmu?” atau “Bagaimana perasaanmu?” Dengan teknik ini , dapat
diindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga.
p.)
Humor
Humor yang dimaksud adalah humor yang efektif. Humor
ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi.
Perawat harus hati-hati dalam menggunakan teknik ini karena ketidaktepatan
penggunaan waktu dapat menyinggung perasaan klien yang berakibat pada
ketidakpercayaan klien kepada perawat.
Contoh :
“kamu bisa saja, saya fikir kamu
asyanti ternyata bukan haha”
5.
Fase – Fase Dalam Komunikasi Terapeutik
A.
Fase pra interaksi
Fase ini merupakan fase persiapan yang dapat
dilakukan perawat sebelum berinteraksi dan berkomunikasi dengan klien. Pada fase
ini, perawat mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri, serta menganalisis
kekuatan dan kelemahan profesional diri. Perawat juga mendapatkan data tentang
klien dan jika memungkinkan merencanakan pertemuan pertama dengan klien.
Perawat dapat bertanya kepada dirinya untuk mengukur kesiapan berinteraksi dan
berkomunikasi dengan klien.
Contoh pertanyaan perawat kepada diri sendiri
sebagai berikut.
a.
Apa yang akan saya
tanyakan saat bertemu nanti?
b.
Bagaimana
respons saya selanjutnya?
c.
Adakah
pengalaman interaksi yang tidak menyenangkan?
d.
Bagaimana
tingkat kecemasan saya?
B.
Fase
orientasi/introduksi
Fase ini adalah fase awal interaksi antara perawat
dan klien yang bertujuan untuk merencanakan apa yang akan dilakukan pada fase
selanjutnya. Pada fase ini perawat dapat
1.
memulai hubungan
dan membina hubungan saling percaya. Kegiatan ini mengindikasi kesiapan perawat
untuk membantu klien;
2.
memperjelas
keluhan, masalah, atau kebutuhan klien dengan mengajukan pertanyaan tentang
perasaan klien; serta
3.
merencanakan
kontrak/kesepakatan yang meliputi lokasi, kapan, dan lama pertemuan;
bahan/materi yang akan diperbincangkan; dan mengakhir hubungan sementara.
Tiga kegiatan utama yang harus dilakukan
perawat pada fase orientasi ini sebagai berikut.
a.
Memberikan salam
terapeutik
Contoh : “Assalamualaikum, selamat pagi”, dan
sebagainya.
b.
Evaluasi dan
validasi perasaan klien
Contoh:
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Ibu tampak segar hari ini”.
c.
Melakukan kontrak hubungan dengan klien
meliputi kontrak tujuan interaksi, kontrak waktu, dan kontrak tempat.
Contoh:
“Tujuan saya datang ke sini adalah membantu Ibu menemukan masalah yang membuat
Ibu selalu merasa tidak nyaman selama ini”, “Menurut Ibu, berapa lama waktu
yang akan kita butuhkan untuk tujuan ini? Bagaimana kalau 15 menit?”, “Untuk
tempat di dalam ruang ini saja atau di taman belakang?”
C.
Fase kerja
Fase ini adalah fase terpenting karena menyangkut
kualitas hubungan perawatklien dalam asuhan keperawatan. Selama berlangsungnya
fase kerja ini, perawat tidak hanya mencapai tujuan yang telah diinginkan bersama,
tetapi yang lebih bermakna adalah bertujuan untuk memandirikan klien. Pada fase
ini, perawat menggunakan teknik-teknik komunikasi dalam berkomunikasi dengan
klien sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (sesuai kontrak).
Contoh:
“Saya akan memasukkan jarum infus ini ke pembuluh darah di tangan ibu”, “Ibu
akan merasakan sakit sedikit dan tidak perlu khawatir”.
D.
Fase Terminasi
Pada fase ini, perawat memberi kesempatan kepada
klien untuk mengungkapkan keberhasilan dirinya dalam mencapai tujuan terapi dan
ungkapan perasaannya. Selanjutnya perawat merencanakan tindak lanjut pertemuan
dan membuat kontrak pertemuan selanjutnya bersama klien. Ada tiga kegiatan
utama yang harus dilakukan perawat pada fase terminasi ini, yaitu melakukan
evaluasi subjektif dan objektif; merencanakan tindak lanjut interaksi; dan
membuat kontrak dengan klien untuk melakukan pertemuan selanjutnya.
Contoh komunikasi dalam fase terminasi ini sebagai
berikut.
a.
Evaluasi
subjektif dan objektif
“Bagaimana perasaan Ibu setelah kita diskusi tentang
masalah yang Ibu hadapi?”
“Coba sebutkan masalah yang Ibu hadapi terkait
dengan keluarga Ibu!
b.
Rencana tindak
lanjut
”Baik, Ibu, saya cukupkan pertemuan kita hari ini,
tidak terasa bahwa waktu kita sudah berlangsung 15 menit. Rencana selanjutnya
setelah ini adalah menemukan alternatif penyelesaian masalah yang Ibu hadapi
dan pengambilan keputusan untuk solusi.”
c.
Kontrak yang akan
datang
“Terkait dengan rencana tersebut, saya akan datang
lagi besok hari Selasa pukul 09.00, saya akan datang di tempat ini lagi.
Selamat istirahat dan assalamualaikum, selamat siang.”
6.
Sikap Dalam Komunikasi Terapeutik
A.
Sikap Perawat
dalam Berkomunikasi
Sikap sebagai kehadiran perawat dalam berkomunikasi
agar terapeutik klien mempunyai peran yang penting untuk tercapainya tujuan
komunikasi/interaksi (hubungan). Sikap (kehadiran) yang harus ditunjukkan
perawat dalam berkomunikasi terapeutik ada dua, yaitu sikap (kehadiran) secara
fisik dan secara psikologis. Dalam kehadiran secara psikologis, ada dua
dimensi, yaitu dimensi respons dan dimensi tindakan (Stuart dan Laraia, 1998).
Untuk dapat memahami bagaimana sikap atau kehadiran perawat dalam
berkomunikasi/berhubungan secara fisik dan psikologis ini, amati dan pahami
lebih dahulu Gambar 1.4. Selanjutnya, bacalah dan pahamilah uraian beserta
contoh-contoh yang diberikan dengan baik.
B.
Sikap
(Kehadiran) secara Fisik
Sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik
yang dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik sebagai berikut.
a.
Berhadapan.
Posisi berhadapan berarti bahwa dalam komunikasi perawat harus menghadap ke
klien, tidak boleh membelakangi, atau duduk menyamping. Sikap ini harus
dipertahankan pada saat kontak dengan klien. Dengan posisi ini, perawat dapat
melihat secara jelas apa yang tampak secara verbal maupun nonverbal klien. Arti
posisi ini adalah saya siap membantu Anda.
b.
Mempertahankan
kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan
menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi
c.
Membungkuk ke
arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengarkan
sesuatu.
d.
Mempertahankan
sikap terbuka. Selama berkomunikasi, perawat tidak melipat kaki atau tangan
karena sikap ini menunjukkan keterbukaan perawat dalam berkomunikasi. Tetap
relaks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi
dalam memberikan respons pada klien.
e.
Berjabat tangan.
Menunjukkan perhatian dan memberikan kenyamanan pada pasien serta penghargaan
atas keberadaannya. Berjabatan tangan juga dapat memberi kesan keakraban dan
kedekatan antara perawat dan klien.
C.
Sikap dalam
Dimensi Respons
a.
Ikhlas
(Genuiness): perawat menyatakan dan menunjukkan sikap keterbukaan, jujur, tulus,
dan berperan aktif dalam berhubungan dengan klien. Perawat merespons tidak dibuat-buat
dan mengekspresikan perasaan yang sesungguhnya secara spontan.
b.
Menghargai:
perawat menerima klien apa adanya. Sikap tidak menghakimi, tidak mengejek,
tidak mengkritik, ataupun tidak menghina; harus ditunjukkan oleh perawat
melalui, misalnya, duduk diam menemani klien ketika klien menangis; bersedia
menerima permintaan klien untuk berdiskusi atau bercerita tentang pengalaman;
bahkan minta maaf atas ucapan dan perilaku perawat yang menyinggung klien.
c.
Empati (empathy)
merupakan kemampuan perawat untuk memasuki pikiran dan perasaan klien sehingga
dapat merasakan apa yang sedang dirasakan dan dipikirkan klien. Melalui rasa
empati, perawat dapat mengidentifikasi kebutuhan klien dan selanjutnya membantu
klien mengatasi masalahnya. Konkret: perawat menggunakan kata-kata yang
spesifik, jelas, dan nyata untuk menghindari keraguan dan ketidakjelasan
penyampaian.
D.
Sikap dalam
Dimensi Tindakan
Dimensi ini termasuk konfrontasi, kesegaran,
pengungkapan diri perawat, katarsis emosional, dan bermain peran (Stuart dan
Sundeen, 1998). Dimensi ini harus diimplementasikan dalam konteks kehangatan, penerimaan,
dan pengertian yang dibentuk oleh dimensi responsif.
a.
Konfrontasi
Pengekspresian perawat terhadap perbedaan perilaku
klien yang bermanfaat untuk memperluas kesadaran diri klien. Carkhoff (dikutip
oleh Stuart dan Sundeen, 1998) mengidentifikasi tiga kategori konfrontasi
sebagai berikut.
1.
Ketidaksesuaian
antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dengan ideal diri
(cita-cita/keinginan klien).
2.
Ketidaksesuaian
antara ekspresi nonverbal dan perilaku klien.
3.
Ketidaksesuaian
antara pengalaman klien dan perawat seharusnya dilakukan secara asertif bukan
agresif/marah (konfrontasi). Oleh karena itu, sebelum melakukan konfrontasi,
perawat perlu mengkaji, antara lain tingkat hubungan saling percaya dengan
klien, waktu yang tepat, tingkat kecemasan, dan kekuatan koping klien.
Konfrontasi sangat berguna untuk klien yang telah mempunyai kesadaran diri,
tetapi perilakunya belum berubah.
b.
Kesegeraan
Terjadi jika interaksi perawat-klien difokuskan
untuk membantu klien dan digunakan untuk mempelajari fungsi klien dalam hubungan
interpersonal lainnya. Perawat sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan
untuk membantu dengan segera.
c.
Keterbukaan
perawat
Tampak ketika perawat memberikan informasi tentang
diri, ide, nilai, perasaan, dan sikapnya sendiri untuk memfasilitasi kerja
sama, proses belajar, katarsis, atau dukungan klien. Melalui penelitian yang
dilakukan oleh Johnson (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987: 134), ditemukan
bahwa peningkatan keterbukaan antara perawatklien menurunkan tingkat kecemasan
perawat klien.
d.
Katarsis
emosional
Klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang
sangat mengganggunya untuk mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal ini, perawat
harus dapat mengkaji kesiapan klien untuk mendiskusikan maslahnya. Jika klien
mengalami kesulitan mengekspresikan perasaanya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan
perasaannya jika berada pada situasi klien.
e.
Bermain peran
Membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan
penghayatan klien dalam hubungan antara manusia dan memperdalam kemampuannya
untuk melihat situasi dari sudut pandang lain serta memperkenankan klien untuk
mencobakan situasi yang baru dalam lingkungan yang aman.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sikap (kehadiran) yang harus ditunjukkan
perawat dalam berkomunikasi terapeutik ada dua, yaitu sikap (kehadiran) secara
fisik dan secara psikologis. Sikap sebagai kehadiran fisik dalam komunikasi
meliputi berhadapan, mempertahankan kontak mata, membungkuk ke arah klien,
mempertahankan sikap terbuka, rileks, dan berjabat tangan. Sementara itu, sikap
sebagai kehadiran secara psikologis ada dua dimensi, yaitu dimensi respons dan
dimensi tindakan. Dimensi respons meliputi ikhlas, menghargai, empati, dan
konkret; sedangkan dimensi tindakan meliputi konfrontasi, segera, terbuka,
emosional katarsis, dan bermain peran. Teknik-teknik komunikasi terapeutik yang
dapat digunakan dalam berkomunikasi, antara lain pertanyaan terbuka,
mendengarkan, identifikasi tema, refleksi, klarifikasi, memberikan informasi,
memfokuskan, mengulang, humor, dan lain-lain. Teknik ini dipilih secara tepat
dan digunakan secara kombinasi dalam setiap interaksi dengan klien.
Fase-fase komunikasi/hubungan terapeutik
ada empat, yaitu fase praorientasi, fase orientasi, fase kerja, dan fase
terminasi. Fase praorientasi dilakukan sebelum perawat berinteraksi dengan
klien ketika tujuannya adalah menyiapkan diri, menilai kemampuan diri, dan
evaluasi diri (kelebihan dan kekurangannya). Pada fase orientasi, prinsip utama
adalah membina hubungan saling percaya. Ada tiga aspek utama dalam komunikasi,
yaitu salam terapeutik, evaluasi validasi, dan kontrak. Fase kerja adalah komunikasi
perawat selama melakukan proses terapi melalui tindakan keperawatan sesuai
rencana. Perawat menggunakan teknik-teknik komunikasi terapeutik selama
interaksi. Fase terminasi adalah fase akhir dalam interaksi perawat-klien. Pada
fase ini, ada tiga aspek utama dalam komunikasi, yaitu evaluasi subjektif-objektif,
kontrak yang datang, dan rencana tindak lanjut.
SARAN
Saran untuk tim medis seperti perawat
dokter dan instasi kesehatan lainnya saya berharap dapat bekerja sama untuk meningkatkan
cara berkomuniaksi dengan baik tanpa harus menyinggung perasaan klien dan
utaman keluhan klien tanpa harus memandang siapa dia agar tujuan utama dapat
tercapai dengan baik. Harapan untuk pasien supaya pasien dapat mengerti dan
memahami tim kesehatan yang bekerja dengan sebaik ungkin agar komunikasi yang
terjaga dapat terlaksanan dengan baik tanpa hambatan
DAFTAR PUSTAKA
Anjaswarni, Tri. 2016. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta : Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
Komentar
Posting Komentar